Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abd.kholik67@yahoo.com

Friday, April 25, 2014

Golongan Bingung Menanti Revolusi

(Catatan Pengantar Pilpres 2014)
Oleh: Zulham Mubarak/ @zvlham
 Rakyat Indonesia sedang Jumud.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akar kata jumud dapat disandarkan pada kata lumpuh, stagnan, mandeg, dan statis. Jumud erat berkaitan dengan sensasi indera yang membentuk persepsi terhadap sesuatu. Bangsa ini jumud karena terjebak dalam drama demokrasi yang coreng moreng hasil bentukan oknum politisi zondernurani.
J. Barents dalam Ilmu Politika menjabarkan De wetenschap der politiek is de wetenschapdie het leven van de staat bestudeert…een maatschappelijk leven..waarvan de staat een onderdeel vormt. Dapat dimaknai bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Politik adalah udara bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Naiknya suhu politik ikut mempengaruhi psikologis rakyat. Makin terik suhu politik, makin labil kesehatan bangsa. Tengoklah miniatur negeri yang terjadi di ruang-ruang publik. Sikap intoleran melanda. Yang wajib dilindungi seperti anak-anak, perempuan, ibu hamil, dan penyandang disabilitas seringkali menjadi objek tertindas ketika nurani dan akal sehat hilang. Iklim politik yang tak kunjung stabil mendesak segala parameter sehat-sakitnya bangsa hingga titik nadir. Gaya hidup masyarakat kini makin minus.
Suhu politik makin terik ketika rakyat jenuh dengan parpol. Itu adalah dampak kecenderungan oknum partai yang ketika menjadi governing party justru menjalankan negara secara oportunistis demi keuntungan pribadi.
Harapan akan datang perubahan pasca regenerasi politisi muda juga kandas. Rakyat menyaksikan sebuah generasi politisi muda hancur lebur digilas kasus korupsi. Salah satu episode yang mengenaskan ketika Anas Urbaningrum yang menjadi ikon kebangkitan politisi muda telah menjadi bagian dari kleptokrasi. Jaringan lobi terkuat dan lintas partai yang dimotori Anas melalui KAHMI ambruk sudah.
Menyusul Anas, sederet politisi muda ikut terjerat dalam dinamika kerasnya jegal-menjegal. Seakan ada upaya sistemik untuk meredam jaringan politisi muda yang bergerak cair ibarat bola liar tanpa etika politik. Dan panggung kembali dikuasai politisi lawas seperti Megawati, Amien Rais, Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, dan Wiranto.
Situasi yang tidak menguntungkan berlanjut. Gagalnya regenerasi parpol mengorbankan kepercayaan rakyat. Pilihan tiga nama capres yang mengerucut pasca pileg juga tak mampu memenuhi ekspektasi publik. Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie maju dengan rapor merahnya masing-masing.
Jokowi menjadi media darling dengan konsep pencitraan ala SBY yang dimodifikasi. Pengusaha dan kemudian Walikota Solo itu dicitrakan sebagai sosok pekerja yang menawarkan birokrasi ramah dan progressif. Kehadirannya di ruang publik semata-mata menjadi eskapasi kerinduan rakyat akan pemimpin yang bekerja, bukan yang sekedar berpidato. Walau pada akhirnya jika dicermati kepemimpinan Jokowi juga tak banyak menghasilkan kebijakan utuh yang prima dan langgeng. Akhirnya, program blusukan yang digoreng konsultan timses Jokowi, Stan Greenberg, tak mampu meyakinkan masyarakat luas. Jokowi effect pun ditinjau ulang.
Kini langkah Jokowi dihadang tsunami kampanye negatif tentang PDIP yang memiliki rapor buruk ketika berkuasa. Di era Presiden Megawati sejumlah aset negara tergadaikan ke asing dengan dalih menjaga stabilitas perekonomian. Antara lain, Indosat, Telkomsel, BCA, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia, penjualan kapal tanker VLCC pertamina dan penjualan gas murah ke Tiongkok. Belum lagi kegagalan meredam jerat kasus BLBI dan hingga kini negara berhutang ribuan triliun rupiah kepada IMF.  Setiap tahun pemerintah harus membayar bunga obligasi sebesar Rp 60 triliun kepada IMF hingga 2033 mendatang.
Publik pun mulai bertanya-tanya, akankah Jokowi mampu melawan kepentingan partai dan kepentingan pembisik sang ketua umum partai ketika kelak menjadi presiden? Membaca bahwa hadirnya Jokowi di tubuh PDIP tidak berangkat dari proses kaderisasi dan karier politik yang stabil, rakyat khawatir hal yang sama seperti ketika Megawati menjabat akan terulang.
Kandidat capres kedua, Prabowo Subianto juga terjebak dalam pusaran citra negatif. Mantan Danjen Kopassus itu tak pernah benar-benar bebas dari jerat masa lalunya yang kelam. Prabowo lekat dikaitkan dengan kasus penculikan aktivis pada 1997-1998 yang tidak kunjung tuntas. Satu orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Dari 23 orang yang dihilangkan paksa, 13 orang belum diketahui keberadaannya. Mereka antara lain, Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Putra begawan perekonomian, Soemitro Djojohadikusumo itu dituding terlibat dalam beberapa aksi pelanggaran HAM di Timor Timur (Timor Leste). Masa lalunya sebagai mantan menantu Presiden Soeharto, perceraiannya dengan Titik Soeharto, kehidupan pribadinya yang hingga kini masih menduda, ditambah derasnya penolakan dari kalangan etnis Tiongkok mengganjal mulusnya langkah Prabowo menuju istana.
Aburizal Bakrie juga punya catatan buruk soal semburan lumpur panas Sidoarjo alias lumpur Lapindo. Komitmen ganti rugi yang hingga kini tak juga tuntas tentu mengurangi elektabilitas. Mantan salah satu orang terkaya di Asia Tenggara itu dicitrakan media sebagai pengusaha dengan reputasi yang kurang baik dalam hal komitmen terhadap negara. Salah satunya terkait persoalan pajak yang membelit beberapa perusahaan Group Bakrie. Diantaranya adalah PT Kaltim Prima Coal, PT Bumi Resources, dan PT Arutmin yang sempat menunggak pajak hingga triliunan rupiah.
Padahal jamak diketahui bahwa taat pajak adalah bagian dari komitmen warga negara yang mendukung tegaknya perekonomian nasional. Elektabilitasnya kian tergerus ketika muncul video pribadina sedang berlibur bersama dua orang artis dan seorang politisi di Kepulauan Maladewa. Dukungan internal yang setengah hati dan faktor popularitas ARB kian mengganjal pencapresannya.
Stagnasi politik saat ini mirip dengan apa yang terjadi pada 1997-1998. Yang membedakan, kali ini stagnasi politik hanya akan berdampak pada skeptisme dan tingginya angka golput. Menurut saya, yang memiliki kemampuan untuk memecah kebuntuan dan virus jumud ini adalah tiga kandidat capres tersebut. Dalam era frustasi politik ini masing-masing capres harus pandai menakar dan menganalisa kemauan rakyat.
Rakyat memiliki kecenderungan melankolik dan melodramatik. Harus ada figur pahlawan yang teraniaya di awal dan menang secara ksatria di akhir cerita. Tapi jangan main-main dengan kemampuan publik menakar mana yang asli dan mana yang polesan. Zaman telah bergeser. Publik benar-benar rindu pemimpin yang tulus dan berani membuka borok dan dosa politiknya secara terbuka. Capres harus berani menyampaikan permintaan maaf atas apa yang terjadi di masa lalu. Mengutip Mahatma Gandhi, sebuah kesalahan tidak akan pernah menjadi kebenaran walaupun telah jamak diketahui publik luas, tak juga kebenaran akan menjadi kesalahan karena tak ada satupun yang melihatnya. Publik akan sangat mengapresiasi upaya meminta maaf atas kepalsuan yang selama ini disodorkan paksa di ruang-ruang bebas sembari secara terbuka berbagi ide tentang visi Indonesia di masa depan.
Meminjam istilah Lucius Annaeus  Seneca, ini adalah era distringit librorum multitudo yang diterjemahkan bebas sebagai era banjir informasi yang mendistraksi. Maka jangan harap anda akan menemukan rakyat yang kurang informasi. Rakyat makin cerdas dan paham bahwa negara ini tidak butuh figur polesan olah digital dengan konsep tangan menggepal memukul udara, senyum terbaik, dan pose yang dibuat-buat. Sosok rekayasa hasil olah tata cahaya rumit yang mengesankan wibawa sebaiknya disimpan saja di buku cerita anak. Rakyat rindu manusia utuh yang dilengkapi emosi, tangis, dan kesalahan. Rakyat yang sedang dilanda frustasi politik menanti pembuktian dan benci dengan janji palsu.
Bila kontrak politik capres adalah sebuah upaya membuktikan komitmen, maka tidak ada salahnya dicoba. Bahkan, self punishment yang dipublikasikan luas sebagai komitmen ketika gagal mencapai target setelah duduk di kursi presiden masih menjadi komoditas yang disukai publik. Indonesia menanti pemimpin yang membumi dan berani menghadapi setumpuk masalah bangsa. Yang faktanya, belum terwakili dengan kehadiran tiga nama kandidat tersebut.
Bangsa ini sudah muak dengan politisi yang waktunya tersita untuk memikirkan pemilu selanjutnya. Bangsa ini rindu hadirnya negarawan yang merelakan diri memikirkan generasi selanjutnya dan masa depan bangsa, bukan sekedar membidik kekuasaan dengan tamak dan rakus.
Sebagai penutup, besar kemungkinan pemilu kali ini akan berlangsung aman dan seorang kandidat akan terpilih dengan proses yang normatif. Tapi saya yakin, tanpa terobosan kreatif, angka golput akan bertambah. Mereka yang skeptis dan apatis akan mengisi ruang kosong demokrasi. Maka, kondisi frustasi politik ini akan terus berlangsung. Hingga entah pada suatu saat di masa depan kelak revolusi akan benar terjadi.
Lalu sebaiknya para capres mulai menakar niat dan bertanya serius pada diri. Akankah tersisa negeri ini kelak bagi anak-cucu kita? Berapa lama waktu tersisa sebelum Indonesia yang makmur hanya dongeng bagi anak-cucu kita di masa depan?

*) Penulis adalah mantan jurnalis, penulis buku dan kini menjadi buruh harian lepas.

Sengkuni dan Kresna


Hal inilah yang kemudian mendorong para politisi atau beberapa orang yang memiliki kepentingan politik, untuk memberi stigma “Sengkuni” pada lawan-lawan politiknya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan musuhnya sebagai “kubu hitam” atau kubu jahat yang harus dimusnahkan. Padahal Kresna, sebenarnya juga kurang lebih sama liciknya dengan Sengkuni.

Joko Wi dan Kisah Pemahat Batu dari Jepang

Oleh: Ubaidilah Muchtar

Eep Saefulloh Fatah membuka opininya: Momentum Politik Jokowi dengan membawa-bawa Tuhan. Opini tersebut disiarkan di Kompas, 16 Maret 2014 yang lalu.
Sampai Jumat (14/3) siang, Tuhan masih menyisakan tiga hal sebagai misteri bagi kita di Indonesia: jodoh dan kematian kita serta keputusan Megawati Soekarnoputri soal kandidat presiden dari PDI-P,” tulis pendiri dan pemimpin PolMark Indonesia Inc. tersebut. “Tapi. Jumat sore, misteri terakhir terpecahkan Joko Widodo alias Jokowi resmi diajukan PDI Perjuangan sebagai calon presiden,” lanjut Eep.
Multatuli mungkin benar. “Harapan memberi saya keberanian, harapan membuat saya pandai berbicara dari waktu ke waktu,” tulis si ‘aku yang banyak menderita ini’. Joko Wi menyimpan harapan. Mungkin demikian. Hingga semua ingin memilikinya. Mengerubunginya. Bak semut yang tidak bertemu gula beribu tahun lamanya. Mereka berlomba mendekati Joko Wi. Tak terkecuali para belantik. Mereka berebut menawarkan jasa. Bahkan berjualan. Semua heboh. Ada yang menjual batu akik, keris, buku, web, sapi, dan jimat. Semua ingin dibeli oleh Joko Wi. Ingin agar, setidaknya barangnya dilirik dan ditawar.
Bagaimana dengan pesaing Joko Wi. Mereka tiba-tiba menjadi tak kuasa. Melempem seperti kerupuk terkena hujan. Para pesaing Joko Wi harus melemparkan handuk putih. Tanpa adaforce majeur atau kampanye hitam yang keterlaluan, kemungkinan pemilu presiden berlangsung dalam satu putaran tampaknya akan menjadi kenyataan.
Seloroh publik, dipasangkan dengan ‘sandal jepit’ pun, artinya wakil cuma melindungi jejak-jejak rekam sang bos, Jokowi akan menang.” Demikian tulis Radar Panca Dahana dalam opininya Bila Jokowi Membenahi Negeri yang nongol di Media Indonesia, 15 Maret 2014.
Lalu apakah benar demikian?
Pemilu Legislatif 2014 baru saja usai. Hitung cepat sudah ditutup. Hasilnya sudah diketahui. Pemenang biasanya senang. Nomor urut pertama, tentunya! Tetapi ini tidak. Target perolehan suara PDI-P meleset. Dari 27.02 persen hanya mendapat 19 persen. Hasil ini tak sehebat prediksi survei. Keberadaan Joko Wi ternyata tak mampu mendongkrak perolehan suara PDI-P. Joko Wi effect ternyata tidak bereffect.
Sabtu, 12 April 2014 The Jakarta Post menulis, “Puan then told Jokowi to leave. She was very disappointed, as she had expected Jokowi’s popularity to help the PDI-P win at least 30 percent of the vote, paving the way for her to become the party’s vice presidential candidate later on,” the source said, adding that Megawati had broken down in tears during the debate.
Megawati cried, not because she was sad to see Jokowi ousted from her own daughter, but because she was witnessing a growing gap between Puan and her second son, Prananda Prabowo, who backs Jokowi.”
Pesta ini belum selesai. Hura-hura ini akan terus berlanjut. Bahkan mungkin menjadi huru-hara. Semoga saja, tidak. Naudzubillah. Setidaknya sampai ketahuan siapa Presiden RI 2014-2019. Deg-degan. Ketar-ketir. Was-was. Bagi PDI Perjuangan, utamanya!
Mari, kita kenal sedikit tentang Joko Wi. Ia Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012. 9 Juli 2014 yang akan datang ketika Pilpres berlangsung, usia kepemimpinan Joko Wi di Jakarta: 1 tahun 8 bulan 24 hari.
Joko Wi lahir tanggal 21 Juni 1961. Ia lahir di Rumah Sakit Brayat Minulyo. Ayahnya seorang penjual kayu. Mereka hidup sederhana dan tinggal di rumah kontarakan di tepi sungai. Ayah Joko Wi hidup berpindah dari kontarakan satu ke kontarakan lainnya. Keluarga Joko Wi bahkan sempat digusur Pemerintah Kota Solo dari tempat mereka tinggal di tepi kali Pepe. Namun pengalaman hidup sederhana tersebut tak membuat semangat hidup Joko Wi pupus.
Joko Wi, lulusan Fakultas Pertanian UGM ini sempat bekerja pada sebuah perusahaan BUMN. Namun kelak ia lebih dikenal setelah berhasil membangun usaha mebelnya di Solo. Ia berhasil menginisiasi pembentukan Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Cabang Solo.
Di tahun 2005 setelah dua tahun memimpin Asmindo, Joko Wi atas inisiatif pengurus dan anggota Asmindo didorong untuk mencalokan diri sebagai Calon Walikota Solo. Bersama F.X Hadi Rudyatmo sebagai wakil, Joko Wi terpilih menjadi Walikota Solo periode 2005-2010.
Atas keberhasilannya membangun Solo dengan berbagai kebijakannya, Joko Wi kemudian terpilih kembali menjadi Walikota Solo periode 2010-2015. Kebijakan Joko Wi di antaranya: pengelolaan PKL, efisiensi birokrasi, kartu pendidikan dan kesehatan, bus wisata, kereta wisata, dan peremajaan pasar-pasar tradisional.
Minggu siang ini di Pondok Petir hujan datang tiba-tiba. Tak ada pemberitahuan terlebih dahulu. Panas hilang dengan segera. Awan hitam memenuhi langit. Saya teringat Upik. Ya, Upik, pemahat batu gunung. Upik di ceritakan Multatuli dalam Max Havelaar.
Ketidakpuasan adalah penyakit,” kata Multatuli “dan itu penyakit yang parah,” lanjutnya. Mengingat Joko Wi, teringat Upik. Upik selalu tidak puas. Selalu ngebet ingin menjadi. Menjadi apa saja yang diinginkannya. Menjadi orang kaya, raja, matahari, awan, dan batu. Upik akhirnya kembali: menjadi pemahat batu.
Sebuah berita di dunia maya kubaca di siang yang hujan ini: “Jokowi ngebet jadi capres”.
Pembaca, saya kira sampai di sini dulu soal Joko Wi. Saya ingin menuliskan kisah si Upik untuk pembaca. Saya tulis lengkap dari Max Havelaar, 1985, h. 170-172. Ini dia kisah Pemahat Batu dari Jepang. Cerita ini saya kira dapat menjadi obat dari penyakit parah itu.
Upik, adalah seorang laki-laki yang memahat batu dari gunung. Pekerjaannya amat berat, dan dia bekerja banyak, tapi upahnya sedikit, dan tidak puas.
Ia mengeluh karena pekerjaannya berat, dan ia berseru: Ah, sekiranya aku kaya, aku akan tidur di balai-balai dengan kelambu sutra merah.
Lalu turun seorang malaikat dari langit, dan berkata: Anda akan menjadi kaya sebagaimana Anda kehendaki.
Dan ia pun menjadi kaya. Dan ia tidur di atas balai-balai dan kelambunya dari sutra merah.
Pada suatu hari, raja berkeliling kota dengan kuda di depan keretanya; pun di belakang kereta ada penunggang kuda dan payung keemasan memayungi kepala raja.
Tatkala si orang kaya mendengar tentang itu, hatinya berdukacita karena tidak ada payung memayungi kepalanya, dan ia tidak merasa puas.
Ia mengeluh dan berseru: Aku ingin menjadi raja.
Lalu turun seorang malaikat dari langit dan berkata: Anda akan menjadi raja, sebagaimana Anda kehendaki.
Dan ia pun menjadi raja. Dan di depan keretanya banyak penunggang kuda, pun di belakang keretanya ada penunggang kuda, dan orang memayunginya dengan payung keemasan.
Dan matahari bersinar dengan sinarnya yang terik dan membakar kerajaan bumi, sehingga rumput menjadi layu.
Dan raja mengeluh bahwa matahari membakar wajahnya, dan lebih berkuasa daripadanya, dan ia tidak merasa puas.
Ia mengeluh dan berseru: Aku ingin menjadi matahari.
Lalu turun seorang malaikat dari langit dan berkata: Anda akan menjadi matahari.
Dan ia berubah menjadi matahari. Dan dikirimnya cahayanya ke atas dan ke bawah; ke kanan dan ke kiri, dan ke mana-mana.
Dan dibakarnya rumput di atas bumi, dan wajah raja-raja yang ada di bumi;
Dan segumpal awan berhenti di antaranya dan bumi, dan cahaya matahari dipantulkan kembali.
Dan ia menjadi murka, karena ada yang berani menentang kekuasaannya, dan ia mengeluh bahwa awan itu lebih berkuasa daripadanya, dan ia tidak puas.
Ia ingin menjadi awan yang begitu berkuasa.
Lalu turun seorang malaikat dari langit dan berkata: Anda akan menjadi awan sebagaimana Anda kehendaki.
Dan ia pun menjadi awan, dan berhenti di antara matahari dan bumi, dan menampung cahaya matahari, sehingga rumput menjadi hijau;
Dan awan itu menjadi hujan dan turun dengan tetesan-tetesan besar di atas bumi, dan membanjiri sungai-sungai, dan banjir melanda kawanan-kawanan hewan;
Dan banjir itu merusak ladang-ladang karena banyaknya air;
Dan ia jatuh di atas batu yang tidak berkisar. Dan ia jatuh menderu merupakan arus yang besar, tapi batu itu tidak berkisar.
Dan ia menjadi murka, karena batu itu tidak mau menggeser; dan karena betapapun deras arusnya, sia-sia belaka. Dan ia tidak merasa puas.
Ia berseru: “Batu itu lebih berkuasa daripadaku; aku ingin menjadi batu.”
Lalu turun seorang malaikat dari langit, dan berkata: Anda akan menjadi batu, sebagaimana Anda inginkan.
Dan ia menjadi batu, dan tidak bergerak ketika matahari bersinar, pun tidak apabila hujan turun.
Lalu datang seorang laki-laki membawa cangkul, dan pahat yang tajam, dan palu yang berat, yang memahat batu dari batu gunung.
Dan batu itu berkata: Apa pula ini, laki-laki ini lebih berkuasa daripadaku, dan memahat batu dari pangkuanku. Dan ia tidak merasa puas.
Ia berseru: “Aku lebih lemah dari orang ini, aku ingin jadi dia.”
Lalu turun seorang malaikat dari langit dan berkata: Anda akan menjadi orang itu.
Dan ia menjadi pemahat batu. Dan ia memahat batu dari gunung batu, dengan kerja yang berat, dan ia bekerja berat sekali, dengan upah yang sedikit, dan ia merasa puas.”
Saya akan menutup tulisan ini dengan perkataan Louise dalam Sekolah Raja-Raja karya Multatuli, tentu! Louise berkata: manusia harus hidup. Artinya: merasa, berpikir, bekerja, berusaha dan menghasilkan buah beratus… beribu kali. Siapa yang tidak memberikan lebih banyak daripada yang ia terima… adalah seorang nol besar dan telah lahir dengan sia-sia.***

Thursday, April 17, 2014

Komisi VIII DPR: HUKUM Peleceh seksual/Pemerkosa/predator seksual anak2 seberat2nya, Revisi UU No. 23 tahun 2002! 5-15thn tidaklah cukup.

oleh: Fellma, Jakarta

Dear Teman-teman, Orang tua, Adik, Kakak, Om, Tante, Masyarakat Sekalian,
pagi ini saya dikejutkan oleh berita mengenai M, 5 yang digilir, disodomi, berkali-kali, kejadian pelecehan seksual ini satu dari antara banyak yang terjadi beberapa tahun belakangan ini, dari pemerkosaaan ayah kandung kepada anaknya dan kejadian memilukan lainnya yang kita tonton pada tayangan berita. 
Sudah waktunya kita turut andil dalam permasalahan ini. Kita membicarakan masa depan anak2 kita, dan anak2 di masa depan, hal ini sangat dapat terjadi pada anak kita atau pun kerabat. Tentunya sebagai orangtua tidak ada yang menginginkan hal ini terjadi pada anak kita, karena itu saya mohon partisipasi orang -tua, teman-teman sekalian untuk andil dalam petisi ini dengan tujuan untuk memperbaiki UU yang mengatur hukuman kepada peleceh seksual ini, agar memberikan efek jera dan dengan harapan dapat membantu mencegah  terjadinya kejadian pelecehan seperti ini. 
Hukum yang mengatur tentang pelecehan seksual adalah:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain
Pasal 291 KUHP
Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun
Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 292 KUHP
Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
tuntutan hukuman buat pelaku2 pelecehan seksual/pemerkosa/seksual predator anak-anak hanya maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun, apakah hukuman ini setimpal dengan apa yang anak-anak ini alami? Apakah 5thn-15thn cukup untuk mereka melupakan yang terjadi pada mereka? Trauma yang mereka alami tidak akan selesai dalam 5thn, trauma ini akan mereka hadapi seumur hidup mereka, luka yang mereka alami mungkon secara fisik dapat sembuh, tetapi luka itu tersimpan didalam pikiran mereka selamanya. Apakah 5-15thn cukup untuk melupakan? Apakah cukup untuk menggantikan apa yang terjadi pada mereka? Tidak cukup!!!! Karena itu bantu saya agar pelaku ini dihukum seberat-beratnya, bila seumur hiduppun "luka" ini tidak dapat hilang maka hukuman buat pelaku-pelaku ini pun harus seumur hidup. 
Tidak ada kompromi untu pelaku-pelaku ini, kita harus ikut andil dalam membangun lingkungan yang aman untuk anak-anak kita, tidak boleh kasih hati dengan pelaku-pelaku ini, karena tempat mereka di dunia ini terutama dunia anak-anak kita, dunia dewasa pun tidak boleh ada. 
Saya cuma seorang Ibu yang peduli dan ikut merasa tersakiti atas kejadian-kejadian ini, mari bantu saya! Saya menerima saran dan bantuan untuk melangsungkan petisi ini, mohon disebarkan! Terima kasih sebelumnya untuk teman-teman yang sudah bersedia membaca, ikut andil dan menyebarkar petisi ini. Semoga bisa memberikan perubahan!
Amin