Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abd.kholik67@yahoo.com

Saturday, December 14, 2013

KPK Ciptakan Vaksin Antikorupsi Melalui Festival Film

Taufan Noor Ismailian - detikNews

Jakarta - Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah. Bisa dilihat dengan beberapa pejabat negara, baik itu terlibat maupun terseret dalam pusaran korupsi. Upaya pencegahan terus dilakukan KPK, salah satunya dengan menciptakan vaksin antikorupsi.

"Kita membangun festival film ini dengan menciptakan vaksin antikorupsi, kalau virus korupsi sudah banyak tapi kalau vaksin antikorupsi masih sedikit, festival adalah salah satunya cara," kata Wakil Pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja, di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Sabtu (14/12/2013), dalam pembukaan Anti Corruption Film Festival (ACFFest)

Adnan menjelaskan, dengan adanya festival film ini bagaimana sutradara dapat menerjemahkan korupsi dengan artian yang sangat sederhana. "Dengan adanya film yang sederhana dan mudah dipahami sehingga semangat antikorupsi dapat disebarluaskan," ujarnya.

Festival film antikorupsi ini mulai diselenggarakan bulan September di Jakarta, Medan, Jogja, Balikpapan, dan sebagainya. Semula dalam festival ini hanya menargetkan 50 peserta dan 4 genre namun diluar dugaan pesertanya menjadi 190 peserta.

"Dengan ini artinya insan film sudah melihat ini (korupsi) menjadi sebuah penyakit masyarakat dan harus kita perangin bersama," kata Adnan.

Adnan berharap dengan adanya festival ini mendapatkan ruang positif dari masyarakat indonesia. "Sehingga ACFFest dapat terus mengampanyekan antikorupsi dan di depan dapat tercipta kondisi masyarakat bersih dari korupsi," harapnya.

Copyright © 2013 detikcom, All Rights Reserved

Komnas HAM Desak Dekan dan Rektor Kampus Fikri Dihukum

Gagah Wijoseno - detikNews
Jakarta - Tewasnya mahasiswa baru Fikri Dolasmanya Surya dalam acara Ospek bertajuk Kemah Bakti Desa (KBD) mendapat perhatian Komnas HAM. Komnas HAM meminta pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk juga dihukum.

"Mendesak Rektor ITN Malang memberi sanksi atas kelalaian dalam ospek tersebut, tidak hanya kepada mahasiswa dan pimpinan jurusan, tapi juga pimpinan fakultas," tutur Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam rilisnya kepada detikcom, Sabtu (14/12/2013)

"Mendesak Menteri Dikbud memberi sanksi, tidak hanya kepada Warek (ke-mahasiswa-an),tapi juga kepada Rektor atas keabaiannya dalam pengawasan ospek tersebut," lanjutnya.

Fikri beserta 113 mahasiswa Planologi lainnya mengikuti KBD di kawasan Goa Cina, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Pria kelahiran NTB itu tewas mengikuti Kemah Bakti Desa (KBD) yang digelar tanggal 12 Oktober lalu.

Komnas HAM meminta kampus menghentikan segala kegiatan yang berbau kekerasan dan menggantinya dengan program ospek baru tanpa kekerasan. Ospek yang lebih akademik, pengenalan strategi pembelajaran, cara membuat makalah, presentasi,berdialog dan lebih membangun karakter mahasiswa.

"Untuk pembelajaran dan mengingat kasus seperti ini sudah berulang-ulang, Komnas HAM akan menyelidiki kasus tersebut," kata Maneger.

Copyright © 2013 detikcom, All Rights Reserved

Sunday, November 17, 2013

Mantan Ketua AAI DPC Jakarta Pusat, Jamaslin James Purba menyuarakan kekhawatirannya atas RUU Advokat. Kegelisahan James juga terletak dalam sistem perekrutan, ujian, dan pengangkatan sumpah.

RUU Advokat memberikan kewenangan kepada setiap organisasi untuk merekrut, memberikan ujian, hingga pengangkatan sumpah sendiri. Menurutnya, hal ini perlu diperhatikan lagi. Pasalnya, klausul tersebut dapat membuka peluang bagi setiap organisasi untuk memudahkan standar kelulusan.

"Orang yang tidak memenuhi kualifikasi bisa menjadi advokat. Dan pihak yang paling dirugikan adalah pencari keadilan. Bisa kita bayangkan bagaimana profesi ini ke depannya," tutur James saat diskusi berlangsung.

Meskipun dalam RUU Advokat tersebut ada klausul yang mengatakan dalam proses PKPA tersebut harus mengikuti standard Dewan Advokat Nasional, James mengatakan itu adalah standard kurikulum, bukan untuk standard kelulusan."Klausul tersebut bisa menghancurkan apa yang telah dibangun PERADI dengan baik," pungkasnya.

m.hukumonline.com - Berita : Organisasi Advokat Bukan Tempat Buangan

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt52784b89f06b8/organisasi-advokat-bukan-tempat-buangan?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

REVISI UU ADVOKAT BISA MENJERUMUSKAN PENGACARA JADI PROFESI SAMPAH

Didalam Revisi RUU Advokat, DPR mendorong adanya kewenangan Organisasi-Organisasi Advokat yang dibentuk berdasarkan UU ORMAS untuk memiliki kewenangan Administrasi dan Regulasi, seperti Pengangkatan Advokat.
 
Menurutnya (DR. Otto Hasibuan - KETUA UMUM PERADI), sangat berbahaya jika seluruh organisasi memiliki kewenangan yang sifatnya administrasi dan regulasi.
 
"Dulu sering terjadi, ada advokat di organisasi A lalu membuat pelanggaran, diberikan sanksi. Tapi kemudian, dia pindah ke organisasi lain dan bisa beracara kembali. Itu sangat merugikan pencari keadilan," beber Otto.
 
Bagi Waketum DPN Peradi, Luhut MP Pangaribuan, perubahan adalah keniscayaan. Tapi ada dasarnya yaitu menuju ke arah lebih baik.
 
"Rencana RUU baru ini alasannya mereka sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti. Pertanyaannya apakah sudah 50 persen UU Advokat saat ini sudah usang?" beber Luhut.
 
Selain itu, Luhut pun menegaskan RUU baru ini sangat tidak diperlukan, karena prejudice, tidak prosedural, tidak konseptual dan semena-mena. Luhut juga mengkritisi konsep baru dari RUU Advokat yang diajukan Baleg.
 
"Konsep RUU baru mengatur organisasi advokat bisa mengangkat advokat dan pada saat yang sama akan dibentuk induk organisasi advokat khusus. Pertanyaannya siapa dan bagaimana organisasi induk itu dan apa salah Peradi yang sudah menjadi organisasi induk saat ini?" kritiknya.
 
Terkesan RUU Advokat ini sebagai perwujudan atas ketidak-senangan sekelompok orang kepada PERADI namun tidak bisa menunjukkan kesalahan PERADI. Sudah 17 kali PERADI digugat melalui MK, namun kesemuanya mengalahkan Para Tergugat, dan bahkan sebaliknya semakin mengukuhkan posisi PERADI sebagai Organisasi Induk Advokat satu-satunya yang didirikan berdasarkan UU Advokat No.18/2003.
 
 
 
http://news.detik.com/read/2013/04/03/184118/2210837/10/

Inilah Cara Badan Arbitrase Kurangi Sengketa

BAPMI menyediakan layanan lain selain mediasi dan arbitrase. BMAI berusaha memperbaiki citra perusahaan asuransi dengan menyelesaikan sengketa klaim.
FAT
Berbagai cara untuk menghindari terjadinya sengketa antara lembaga jasa keuangan dan konsumen terus dilakukan badan arbitrase dan mediasi. Salah satunya datang dari Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia atau yang dikenal dengan BAPMI. Selain menyediakan layanan arbitrase dan mediasi, BAPMI menyediakan layanan lain.

"Selain arbitrase dan mediasi, kita juga menyediakan pendapat mengikat," kata Wakil Sekretaris Jenderal BAPMI Tri Legono Yanuarachmadi dalam sebuah seminar di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Legono, layanan pendapat mengikat yang disediakan BAPMI ini biasanya dilakukan sebelum sengketa terjadi. Namun, layanan ini baru bisa dilakukan apabila para pihak yakni pelaku jasa keuangan dan konsumen menilai penafsiran yang berbeda pada pasal yang ada di perjanjian.

Meski memiliki layanan pendapat mengikat, Legono mengakui dari sejak BAPMI berdiri tahun 2002 hingga sekarang belum ada satupun yang menggunakan layanan ini. Ia mengatakan, untuk keputusan dalam layanan pendapat mengikat ini hampir sama dengan proses mediasi.

Jika terjadi wan prestasi dari layanan pendapat mengikat dan mediasi, maka hanya dianggap melanggar perjanjian kerja. Apabila belum ada yang puas, salah satu pihak bisa mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. "Keputusan pendapat mengikat, bisa menjadi alat bukti," ujarnya.

Legono menjelaskan, proses pendapat mengikat di BAPMI tergolong cepat. Dalam pengajuan proses ini kedua pihak, baik pelaku jasa keuangan dan konsumen harus sama-sama mengajukan permohonan ke BAPMI. Setelah itu, BAPMI melakukan verifikasi mengenai kelengkapan dokumen yang diajukan selama tujuh hari kerja.

Usai diverifikasi, lanjut Legono, BAPMI melakukan pemeriksaan yang bisa memakan waktu 30 hari kerja. Dalam pemeriksaan ini, BAPMI melakukan dengar pendapat dari kedua pihak terkait pasal yang penafsirannya berbeda tersebut. "Bila perlu, menghadirkan ahli. Tarif layanan pendapat mengikat ini maksimal Rp30 juta," katanya.

Legono mengatakan, diadopsinya layanan pendapat mengikat oleh BAPMI ini sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Dalam Pasal 52 UU itu dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.

Sedangkan penjelasan pasal itu menyebutkan bahwa tanpa adanya suatu sengketa pun, lembaga arbitrase dapat menerima pemrintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.

Misalnya mengenai penafsiran ketentuan yang kurang jelas, penambahan atau perubahan pada ketentuan yang berhubungan dengan timbulnya keadaan baru dan lain-lain. Dengan diberikannya pendapat oleh lembaga arbitrase tersebut kedua belah pihak terikat padanya dan salah satu pihak yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu akan dianggap melanggar perjanjian.

Sedangkan Pasal 53 UU yang sama menyatakan bahwa terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum.

Berbeda dengan BAPMI, Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) berdiri untuk memperbaiki citra usaha perasuransian di Indonesia. Ketua BMAI Frans Lamury mengatakan, perbaikan citra oleh BMAI dapat dilakukan dengan cara menyelesaikan sengketa klaim asuransi.

Sayangnya, pihak tertanggung yaitu nasabah jarang terpuaskan dengan hasil keputusan klaim. Hal ini pula yang memicu buruknya citra usaha perasuransian di mata masyarakat. "Penyelesaian klaim asuransi sering tidak memuaskan tertanggung. Ekspektasi tinggi hasilnya tidak sesuai ekspektasi dan mereka kecewa," katanya.

Sengketa yang dapat ditangani BMAI, lanjut Frans, merupakan seluruh bentuk keluhan atau keberatan berkaitan dengan penolakan tuntutan ganti rugi atau manfaat asuransi oleh penanggung. Jumlah tuntutan yang masuk kewenangan BMAI maksimal Rp500 juta untuk asuransi jiwa atau jaminan sosial dan maksimal Rp750 juta untuk asuransi umum.

Meski begitu, kata Frans, BMAI berhak menolak sengketa klaim asuransi. Beberapa sengketa klaim yang bisa ditolak lantaran dengan alasan komersial, kebijakan harga, suku premi dan kurs valuta asing. Bukan hanya itu, sengketa yang masih dalam proses investigasi pihak berwajib, mengenai adanya hubungan anggota dengan agen atau broker hingga sengketa yang berusia lebih dari enam bulan serta yang pernah atau sedang disidangkan di pengadilan, berhak ditolak BMAI.

News link:
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt527b79ff53406/inilah-cara-badan-arbitrase-kurangi-sengketa

Pengujian Perppu MK Mulai Disidangkan

Para pemohon diminta menguraikan pertentangan pasal yang dimohonkan pengujian.
AGUS SAHBANI
Sidang perdana pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusidigelar di gedung Mahkamah, Selasa (12/11). Perppu yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober itu dipersoalkan para pemohon yang diajukan secara terpisah. Mereka adalah advokat Habiburokhman, 18 advokat, advokat Safaruddin.

Para pemohon menilai Perppu tentang MK ini dinilai cacat hukum baik secara formal maupun materil. Secara formal, Perppu tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa jika dikaitkan penangkapan mantan ketua MK Akil Mochtar, tetapi kegentingan memaksa dalam pemberantasan korupsi. Secara materil, Perppu bertentangan dengan UUD 1945 khususnya keterlibatanKomisi Yudisial (KY) dalam proses seleksi dan pengawasan hakim konstitusi.

Menurut pemohon, seharusnya Perppu yang dikeluarkan fokus pada pemberantasan korupsi. "Saya sebagai warga negara tentu berkepentingan terhadap keberhasilan pemberantasan korupsi," kata Habiburokhman dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Hamdan Zoelva di ruang sidang MK, Selasa (12/11). Hamdan didampingi Arief Hidayat dan Muhammad Alim sebagai anggota panel.

Habib menegaskan keberadaan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang dibentuk KY dan MK bertentangan dengan putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 terkait pengujian UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY. Dalam putusan itu, MK sudah menyatakan hakim konstitusi bukan menjadi objek pengawasan KY.

"Keberadaan Panel Ahli yang bertugas menyeleksi hakim konstitusi juga bertentangan dengan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, tidak ada Panel Ahli dalam konstitusi kita," paparnya. "Kita minta Perppu dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat".

Wakil dari 18 advokat, Andi M Asrun mengatakan terbitnya Perppu MK dinilai cacat formil dan materil. Secara formil, Perppu tidak memenuhi syarat dalam keadaan memaksa karena diterbitkan dua minggu setelah peristiwa penangkapan Akil Mochtar oleh KPK. Sebab, sejak Akil ditangkap MK tidak vakum dan masih bisa melaksanakan persidangan.

"Perppu MK ini nyata-nyata telah mengebiri kekuasaan kehakiman dan mengatur sesuatu tidak mengatur pada tempatnya. Kita melihat ada permainan politik terkait keluarnya Perppu ini," beber Asrun.

Secara materil, keberadaan Panel Ahli dalam Perppu MK ini bukan sesuatu yang mendesak diperlukan. Menurut dia, Panel Ahli yang bertugas menggelar uji dan kelayakan hakim konstitusi ini merupakan ketentuan yang bisa diberlakukan untuk masa depan (ius contituendum). Namun, ketentuan Panel Ahli juga bertentangan dengan Pasal 24C UUD 1945.

"Jadi, kita mengganggap Perppu ini bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki relevansinya dengan persoalan yang dihadapi, sehingga merugikan kami sebagai warga negara," tegasnya. "Perppu ini harus dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat".

Pemohon lain, Safaruddin, merasa akibat keluarnya Perppu yang mensyaratkan calon hakim konstitusi minimal berusia 47 tahun potensial mengganggu kepentingannya jika nanti dia terpilih menjadi hakim konstitusi. Ia merasa terganggu syarat calon hakim konstitusi tidak menjadi anggota partai politik minimal selama 7 tahun. Saat ini Safaruddin mengaku anggota parpol. "Pasal 15 ayat (2) huruf i Perppu MK bertentangan dengan Pasal 27 UUD 1945," katanya.

Selain itu, Pasal 27A Perppu MK yang memberi wewenang KY untuk menyusun dan menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Padahal, materi ini bertentangan dengan putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY. Safaruddin meminta pasal-pasal itu dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 24B dan Pasal 27 UUD 1945.

Saat bersamaan dua permohonan lain yang diajukan Masyarakat Konstitusi Indonesia dan dr. Salim Alkatiri disidangkan di ruangan yang berbeda. Mereka juga mempersoalkan Perppu MK yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Menanggapi permohonan, anggota Panel Arief Hidayat mengingatkan kewenangan MK dan KY yang diatur dalam Pasal 24B dan Pasal 24C UUD 1945 agar permohonan lebih sempurna. "Pada waktu anggota DPR mengamandemen pasal itu tidak ada keterkaitan antara Pasal 24B dan Pasal 24C UUD 1945, kewenangan KY itu diletakkan dengan kewenangan MA," kata Arief.

Hamdan juga mengingatkan agar permohonan menguraikan pertentangan pasal-pasal yang diuji dengan UUD 1945. Selain itu, kerugian konstitusional yang dialami perlu diurai secara lebih jelas. "Alasan mengapa pasal-pasal Perppu bertentangan dengan UUD 1945 perlu diurai dan dimana letak pertentangannya perlu Saudara uraikan," saran Hamdan.

Ketua MK ini menyarankan agar uraian alasan pengujian formil dan materil harus diklasifikasi terkait prosedur dan  alasan mengapa pembentukan Perppu MK tidak sesuai dengan UUD 1945. "Uji formil masalahnya dimana? Lalu nanti diuraikan uji materilnya pasal per satu".

Hamdan menegaskan pembahasan Perppu MK masih berproses baik di MK maupun di DPR. "Kami sendiri belum tahu mana yang akan lebih dulu memutuskan. "Kalau secara formil disahkan di DPR, bisa berubah di materilnya apa? Saya sarankan uraikan secara jelas," tegasnya.

News link:
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt528219af392a7/pengujian-perppu-mk-mulai-disidangkan

Aturan Investasi Minuman Beralkohol akan Dilonggarkan


Padahal DPR sudah mulai membahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol.
FITRI NOVIA HERIANI
Rapat Koordinasi Perekonomian sudah memutuskan untuk membuka sejumlah sektor yang selama ini tertutup. Bandar udara dan pelabuhan kini bisa dikelola asing seratus persen. Investor asing juga diberi keleluasaan masuk ke terminal barang, terminal darat, dan periklanan. Kalau tak ada aral melintang, keputusan itu akan dituangkan dalam revisi Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI). Kebijakan terakhir terkait adalahPeraturan Presiden No. 36 Tahun 2010.

Selain kelima sektor tadi, Pemerintah juga melonggarkan aturan kepemilikan saham di 10 bidang usaha. Kepala BKPM Mahendra Siregar menyebut antara lain industri farmasi, wisata alam, distribusi film, dan lembaga keuangan.

Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa, mengakui salah satu bidang usaha yang akan direlaksasi adalah minuman beralkohol. Tetapi buru-buru Hatta menimpali kelonggaran itu tak diperuntukkan bagi investor baru. "Kami tak memberikan izin untuk pendatang baru," ujarnya, usai rapat koordinasi, Rabu (06/11) pekan lalu.

Dijelaskan Hatta, relaksasi aturan investasi minuman beralkohol hanya untuk melayani kepentingan perhotelan, sekaligus menghindari kebijakan impor. Kebijakan itu tampaknya merupama respon pemerintah atas demandminuman beralkohol baik di dalam negeri maupun di luar.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurti mengatakan, Pemerintah akan melihat respon pasar ketika minuman beralkohol benar-benar dibuka. "Tapi ini kita (pemerintah) buka minuman beralkohol dan kita lihat nanti bagaimana responmarket-nya," kata Bayu di Jakarta, Kamis (7/11), kemarin.

Pemerintah, kata Bayu, akan mengembangkan kebijakan minuman beralkohol setelah melihat respon pasar. Satu hal yang perlu digarisbawahi, pemeringtah ingin kebutuhan minuman beralkohol diproduksi di dalam negeri ketimbang impor. Namun yang tak kalah penting, kata Bayu,  pengawasan. Setelah direlaksasi, pengawasan terhadap minuman beralkohol harus diperkuat.

Berdasarkan catatan hukumonline, rencana relaksasi aturan minuman beralkohol ini muncul tidak lama setelah DPR mulai membahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol. Maret lalu, Badan Legislasi DPR mulai membahas draf RUU tersebut.

Cuma, semangat RUU ini bisa jadi agak berbeda dengan relaksasi yang sekarang digagas Pemerintah. RUU Pengaturan Minuman Beralkohol justru ingin memperketat pengawasan dan perizinan minuman beralkohol.

Anggota Badan Legislasi DPR, Harry Witjaksono, mengatakan selama ini aturan tentang minuman beralkohol tersebar di beberapa peraturan. Diantaranya, UU No. 18 Tahun 2012tentang Pangan, UU No. 36 Tahun 2009tentang Kesehatan, dan Permen Perindustrian No. 71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol.

Standar lingkungan

Berkaitan dengan bidang lain, yakni wisata alam dan distribusi film, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu mengatakan masih membahas beberapa sektor yang akan direlaksasi dan sektor yang akan digolongkan menjadi bagian dari Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Itu memang diusulkan dan akan dipelajari dampaknya seperti apa," kata Mari Elka.

Terkait distribusi film, hal yang perlu diperhatikan adalah design distribusi. Sementara investasi wisata alam, lanjut Mari, investasi pada sektor ini harus dipastikan memenuhi standar-standar lingkungan. Tak hanya menyoal distribusi film saja. Mari juga berharap investasi asing masuk ke sektor perfilman, baik itu lokasi syuting, bekerja sama dengan produser dalam negeri maupun menjadi angel investor. "Menjadi investor dalam sektor film itu diperlukan angel investor. Karena sektor ini high risk, kalau filmnya hits, high return juga," ujarnya.

Sementara itu President and CEO Nusantara Infrastructure, Danni Hasan menyambut baik rencana pemerintah untuk membuka lima sektor yang sebelumnya tertutup dalam DNI. Tetapi ia menegaskan, pengelolaan lima sektor tersebut oleh pihak asing hanya sebatasoperation. "Kepemilikan beda. Kebanyakan airport di dunia, misalnya Sidney dan Inggris itu yang operasikan Spanyol. Jadi tidak mesti dioperasikan lokal," kata Danni.

Tak hanya Indonesia yang akan membuka sektor bandara untuk kepemilikan asing. Dubai misalnya, sudah dimiliki asing hingga 75 persen. Selain itu, kata dia, pengelolaan oleh pihak asing akan meningkatkan produktivitas Bandar udara, orientasi ekonomi lebih baik serta konektivitas juga akan menjadi lebih baik. "Kalau dikeloa oleh asing, Garuda Indonesia bisa pergi kemana saja," pungkas Danni Hasan.

News link:
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt527dbc79c397b/aturan-investasi-minuman-beralkohol-akan-dilonggarkan

Sejumlah Pengacara Akan Gugat Pengusung Revisi UU Advokat

Jumat, 15 November 2013 
ALI

Advokat John SE Panggabean dan sejumlah advokat lain dari daerah, bersiap melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengusung revisi UU Advokat.

“Kami beranggapan revisi UU ini tidak dilakukan secara transparan. Selama ini, ditanya ke sejumlah advokat Anggota PERADI, kami semua menolak revisi itu, tetapi mereka jalan terus,” ujarnya usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PERADI di Jakarta, Jumat (15/11).

John mengatakan bukan hanya dirinya yang akan mengajukan gugatan ini, tetapi juga sejumlah anggota PERADI di daerah-daerah juga akan melayangkan gugatan serupa. Ia mengatakan pengusung revisi UU Advokat yang digugat di antaranya adalah Ahmad Yani, politisi PPP.

“Ya, di antaranya Ahmad Yani,” ujarnya.

Sebagai informasi, Ahmad Yani yang berlatar belakang profesi advokat pernah bergabung dengan PERADI. Namun, ketika terjadi ribut-ribut antar advokat, Yani ‘menyebrang’ ke Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang dibentuk setelah pecah dari PERADI.
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt528640f57e204/sejumlah-pengacara-akan-gugat-pengusung-revisi-uu-advokat

Saturday, August 31, 2013


Sabtu 31 Agustus 2013
Menipu Hukum dengan Hukum



Author:  MOH MAHFUD MD Guru Besar Hukum Konstitusi
Karena saya dosen ilmu hukum dan mantan hakim konstitusi, banyak yang mengira saya bisa memberi solusi tentang masalah hukum yang mereka hadapi.

Mereka datang kepada saya untuk meminta saya menjadi kuasa hukum, menjadi saksi ahli, atau sekadar meminta nasihat hukum untuk kasus konkret yang mereka hadapi. Tetapi, saya selalu menolak untuk menjadi kuasa hukum, menjadi saksi ahli, atau melayani konsultasi untuk memberi pendapat hukum. Bukan karena pelit berbagi ilmu, melainkan karena saya khawatir bisa mengecewakan orang.

Kerapkali pendapat atau nasihat hukum yang menurut saya benar dan sesuai public common sense ternyata berbalikan dengan pandangan hakim atau jaksa dan pengacara di pengadilan. Sebenarnya tidakapa-apadan biasa saja kalau pendapat hukum atau nasihat seseorang tidak terpakai oleh hakim di pengadilan. Vonis yang dijatuhkan oleh hakim boleh saja tidak sejalan dengan pendapat dan kesaksian seorang ahli di persidangan.

Perbedaan seperti itu di mana pun di dunia ini biasa saja sebab bisa saja informasi kasus yang diterima dari yang meminta pendapat tidaklah utuh dan hanya sepihak sehingga pemberian pendapat atau kesaksian juga tidak tepat. Perbedaan antara isi kesaksian seorang ahli dan penasihat dengan vonis pengadilan bisa juga disebabkan karena perbedaan perspektif yang dipakai antara saksi ahli dan hakim sehingga kesimpulannya pun menjadi berbeda.

Ketentuan hukum bahwa hakim berwenang memutus sesuai keyakinannya sendiri juga bisa dijadikan alasan mengapa kita harus menganggap biasa jika ada vonis hakim berbeda dengan pandangan saksi ahli. Pokoknya, "hukmul haakim yarfa'ul khilaaf, putusan hakim itu mengakhiri perbedaan, harus diterima, dan harus dilaksanakan", demikian bunyi kaidah hukum yang berlaku universal.

Tidak ada yang harus dipersoalkan atau harus dijadikan penyebab sakit hati atau malu jika pendapat kita sebagai saksi ahli atau penasihat hukum itu tidak diterima sebagai solusi bagi kasus yang ditangani oleh hakim. Itu hal biasa saja. Maka itu, jika saya menolak menjadi kuasa hukum atau memberi pendapat hukum atau nasihat atas kasus konkret bukan karena takut menjadi malu dan kehilangan muka seandainya pendapat saya itu "tidak laku".

Saya lebih khawatir pendapat saya itu hanya mubazir atau tidak ada gunanya karena di negara ini proses peradilan dan putusannya banyak yang dibuat berdasar kolusi. Ada kolusi antara hakim dan pengacara, ada kolusi antara pengacara dan jaksa, serta ada kolusi antara pengacara, jaksa, dan hakim. Kalau peradilan dan vonis sudah direkayasa melalui kolusi dan mafia, pendapat apa pun yang diajukan di pengadilan akan dipatahkan dengan dalildalil yang dicari-cari.

Kasus Gayus Tambunan tentang restitusi pajak bisa disebut sebagai contoh yang sempurna betapa semua penegak hukum terlibat dalam kolusi yang telanjang. Hakimnya (Ibrahim), jaksanya (Cirus Sinaga), pengacanya (Haposan), dan dua polisi penyidiknya dijatuhi hukuman penjara karena ternyata berkolusi. Setiap hakim dalam menghadapi perkara sebenarnya bisa mencari dalil untuk "memenangkan" atau "mengalahkan" dan bisa mencari dalil untuk "menghukum" atau "membebaskan" orang meskipun dengan fakta hukum yang sama.

Kalau akan menghukum, bisa memakai dalil dan pasal UU tertentu. Kalau akan membebaskan, bisa memakai dalil atau pasal UU tertentu yang lain lagi. Terbukanya pilihan itulah yang membuka kemungkinan jual beli putusan. Kalau mau menang, bisa pakai dalil dan pasal ini asal mau membayar sejumlah uang tertentu; kalau tak mau membayar, ya dijual kepada lawannya yang mau membayar.

Jadi vonis itu banyak yang ditentukan berdasar lelang atau tawar-menawar, sinten yang mau membayar pinten, siapa yang bisa membayar berapa. Jadinya keyakinan hakim yang sejatinya dimaksudkan agar hakim bisa memutus dengan kejujuran dan kearifan sesuai kemuliaan nurani ternyata diperjualbelikan. Kewenangan menentukan dengan keyakinan itu dipergunakan untuk mengalahkan atau memenangkan orang yang beperkara.

Ungkapan yang tepat untuk ini adalah menipu hukum dengan hukum. Jadi saya sering menolak untuk menjadi kuasa hukum atau penasihat hukum dalam kasus konkret di pengadilan karena saya tahu logika hakim sering bertentangan dengan akal sehat publik (public common sense).

Kalau pertentangan antara vonis dan logika publik itu dipersoalkan, biasanya hakim dan para kolutornya mengatakan, "Itu keyakinan hakim, tak bisa diganggu gugat dan ini dalil-dalil dan pasalnya." Contoh mutakhir tentang perbenturan logika ini adalah kasus pengabulan peninjauan kembali (PK) atas Sudjiono Timan, terhukum kasus korupsi oleh kasasi MA yang buron.

Bagaimana orang yang secara hukum buron dan tak pernah menampakkan batang hidungnya bisa diterima pengajuan PKnya? Bagaimana orang yang belum meninggal bisa mengajukan permohonan PK melalui ahli warisnya? Bukankah ahli waris itu baru bisa menggunakan hak keahliwarisannya kalau pewarisnya sudah meninggal?

Mengapa ketentuan MA bahwa dalam kasus Sudjiono Timan itu seharusnya hakim kariernya dua orang dan hakim ad hoc-nya tiga orang dilanggar? 

Popular content



Profil Koran SINDOKarirKontak Koran SINDOGroup
Copyright 2013 Koran Sindo | Developed by netdesain





Terkirim dari tablet Samsung