JAKARTA, KOMPAS.com —
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara soal gugatan uji
materi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
mengatur tentang syarat pernikahan. Menurut dia, keinginan agar
pernikahan berbeda agama dilegalkan di Indonesia sangat sulit
direalisasikan.
"Masyarakat Indonesia sangat religius, sangat menjunjung tinggi nilai
agama. Di negara mana pun, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, dan
ritual pernikahan tidak bisa lepas dari nilai-nilai religiositas dari
yang menjalani," ucap Lukman saat dihubungi, Kamis (4/9/2014) malam.
Lukman mengatakan, apabila pernikahan beda agama dilegalkan, maka masalah lain yang akan muncul pun tak kalah sulitnya.
"Ketika menikah beda agama, maka pakai agama yang mana? Apakah laki-laki atau perempuan? Ini jadi persoalan," ucap dia.
Setiap agama, kata Lukman, meyakini bahwa aturan yang diterapkannya
adalah yang terbaik. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menyatukan cara
pandang antar-agama.
"Fondasi suatu pernikahan berbeda karena cara pandang setiap agama
berbeda. Itulah kenapa alasannya perkawinan beda agama tidak
ditoleransi," ucap politisi PPP itu.
Sebelumnya, mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia
mengajukan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974
ke MK. Pasal tersebut berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu."
Salah satu pemohon uji materi, Anbar Jayadi, berpendapat, biarkan
masyarakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya
apakah mereka mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan
kepercayaan yang mereka anut. (Baca: Mengapa Pernikahan Beda Agama Digugat ke MK?)
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak sesuai tofik opini pembahasan