Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abd.kholik67@yahoo.com

Sunday, November 17, 2013

Pengujian Perppu MK Mulai Disidangkan

Para pemohon diminta menguraikan pertentangan pasal yang dimohonkan pengujian.
AGUS SAHBANI
Sidang perdana pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusidigelar di gedung Mahkamah, Selasa (12/11). Perppu yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober itu dipersoalkan para pemohon yang diajukan secara terpisah. Mereka adalah advokat Habiburokhman, 18 advokat, advokat Safaruddin.

Para pemohon menilai Perppu tentang MK ini dinilai cacat hukum baik secara formal maupun materil. Secara formal, Perppu tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa jika dikaitkan penangkapan mantan ketua MK Akil Mochtar, tetapi kegentingan memaksa dalam pemberantasan korupsi. Secara materil, Perppu bertentangan dengan UUD 1945 khususnya keterlibatanKomisi Yudisial (KY) dalam proses seleksi dan pengawasan hakim konstitusi.

Menurut pemohon, seharusnya Perppu yang dikeluarkan fokus pada pemberantasan korupsi. "Saya sebagai warga negara tentu berkepentingan terhadap keberhasilan pemberantasan korupsi," kata Habiburokhman dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Hamdan Zoelva di ruang sidang MK, Selasa (12/11). Hamdan didampingi Arief Hidayat dan Muhammad Alim sebagai anggota panel.

Habib menegaskan keberadaan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang dibentuk KY dan MK bertentangan dengan putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 terkait pengujian UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY. Dalam putusan itu, MK sudah menyatakan hakim konstitusi bukan menjadi objek pengawasan KY.

"Keberadaan Panel Ahli yang bertugas menyeleksi hakim konstitusi juga bertentangan dengan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, tidak ada Panel Ahli dalam konstitusi kita," paparnya. "Kita minta Perppu dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat".

Wakil dari 18 advokat, Andi M Asrun mengatakan terbitnya Perppu MK dinilai cacat formil dan materil. Secara formil, Perppu tidak memenuhi syarat dalam keadaan memaksa karena diterbitkan dua minggu setelah peristiwa penangkapan Akil Mochtar oleh KPK. Sebab, sejak Akil ditangkap MK tidak vakum dan masih bisa melaksanakan persidangan.

"Perppu MK ini nyata-nyata telah mengebiri kekuasaan kehakiman dan mengatur sesuatu tidak mengatur pada tempatnya. Kita melihat ada permainan politik terkait keluarnya Perppu ini," beber Asrun.

Secara materil, keberadaan Panel Ahli dalam Perppu MK ini bukan sesuatu yang mendesak diperlukan. Menurut dia, Panel Ahli yang bertugas menggelar uji dan kelayakan hakim konstitusi ini merupakan ketentuan yang bisa diberlakukan untuk masa depan (ius contituendum). Namun, ketentuan Panel Ahli juga bertentangan dengan Pasal 24C UUD 1945.

"Jadi, kita mengganggap Perppu ini bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki relevansinya dengan persoalan yang dihadapi, sehingga merugikan kami sebagai warga negara," tegasnya. "Perppu ini harus dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat".

Pemohon lain, Safaruddin, merasa akibat keluarnya Perppu yang mensyaratkan calon hakim konstitusi minimal berusia 47 tahun potensial mengganggu kepentingannya jika nanti dia terpilih menjadi hakim konstitusi. Ia merasa terganggu syarat calon hakim konstitusi tidak menjadi anggota partai politik minimal selama 7 tahun. Saat ini Safaruddin mengaku anggota parpol. "Pasal 15 ayat (2) huruf i Perppu MK bertentangan dengan Pasal 27 UUD 1945," katanya.

Selain itu, Pasal 27A Perppu MK yang memberi wewenang KY untuk menyusun dan menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Padahal, materi ini bertentangan dengan putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY. Safaruddin meminta pasal-pasal itu dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 24B dan Pasal 27 UUD 1945.

Saat bersamaan dua permohonan lain yang diajukan Masyarakat Konstitusi Indonesia dan dr. Salim Alkatiri disidangkan di ruangan yang berbeda. Mereka juga mempersoalkan Perppu MK yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Menanggapi permohonan, anggota Panel Arief Hidayat mengingatkan kewenangan MK dan KY yang diatur dalam Pasal 24B dan Pasal 24C UUD 1945 agar permohonan lebih sempurna. "Pada waktu anggota DPR mengamandemen pasal itu tidak ada keterkaitan antara Pasal 24B dan Pasal 24C UUD 1945, kewenangan KY itu diletakkan dengan kewenangan MA," kata Arief.

Hamdan juga mengingatkan agar permohonan menguraikan pertentangan pasal-pasal yang diuji dengan UUD 1945. Selain itu, kerugian konstitusional yang dialami perlu diurai secara lebih jelas. "Alasan mengapa pasal-pasal Perppu bertentangan dengan UUD 1945 perlu diurai dan dimana letak pertentangannya perlu Saudara uraikan," saran Hamdan.

Ketua MK ini menyarankan agar uraian alasan pengujian formil dan materil harus diklasifikasi terkait prosedur dan  alasan mengapa pembentukan Perppu MK tidak sesuai dengan UUD 1945. "Uji formil masalahnya dimana? Lalu nanti diuraikan uji materilnya pasal per satu".

Hamdan menegaskan pembahasan Perppu MK masih berproses baik di MK maupun di DPR. "Kami sendiri belum tahu mana yang akan lebih dulu memutuskan. "Kalau secara formil disahkan di DPR, bisa berubah di materilnya apa? Saya sarankan uraikan secara jelas," tegasnya.

News link:
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt528219af392a7/pengujian-perppu-mk-mulai-disidangkan

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak sesuai tofik opini pembahasan